Advertising
Example 300x600
Example 325x70 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350 Example 160x350
Opini

ASN DALAM PUSARAN POLITIK LOKAL PEMILIHAN SERENTAK TAHUN 2024

236
×

ASN DALAM PUSARAN POLITIK LOKAL PEMILIHAN SERENTAK TAHUN 2024

Sebarkan artikel ini

Oleh : Faizal J, S.H (Staf Bawaslu Kabupaten Banggai Laut)

Pemilihan sebagaimana dalam Pasal 1 Ayat (1)  Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 “Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis”.

Lanjut secara eksplisit menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023.

Pada tanggal 27 November 2024 mendatang merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk pertama kalinya dilaksanakan secara serentak diseluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Baca Juga :   Batu Gamping dan Catatan Akademisi

Pelanggaran terhadap prinsip netralitas dalam Aparatur Sipil Negara (ASN)  menjadi  perhatian  serius  dalam  menjaga  kepatuhan  etika  dan integritas  di  dalam  birokrasi  pemerintahan.

Indikator  terhadap  prinsip netralitas  Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat dibagi menjadi dua, yaitu ketidakterlibatan dan ketidakberpihakan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun  2023 tentang  Aparatur Sipil Negara (ASN)  merupakan  landasan  hukum  yang  mengatur status,  peran,  dan  tanggung  jawab  Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia.

Salah satu prinsip utama yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah prinsip netralitas, yang menjelaskan bahwa setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bersikap independen dan tidak memihak kepada kepentingan  tertentu.  Pasal 9 ayat (2) dalam  Undang-Undang  tersebut  menegaskan  bahwa  pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.

Baca Juga :   Satu Tahun Suarakeraton, Refleksi Perjalanan dan Tantangan Media Online di Era Digital

Ini berarti Aparatur Sipil Negara (ASN) harus mengutamakan kepentingan publik dan tidak membiarkan kepentingan pribadi atau kelompok memengaruhi kinerja dan keputusan mereka.

Dalam konteks Pemilihan, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) diatur dalam Undang-Undang Nomor  10  Tahun  2016.  Pasal  70  ayat  1  dari  undang-undang  tersebut melarang  pasangan  calon  untuk  melibatkan  Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI,  dan  Polri  dalam kampanye atau kegiatan politik praktis lainnya dan Pasal 71 ayat (1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Tak hanya sampai situ saja dalam ketentuan Pidana Pemilihan Pasal 188 “Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)” dan  Pasal 189 “Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)”.

Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa proses Pemilihan dapat berlangsung secara adil dan transparan, serta dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang terlibat. Netralitas ini menjadi penting untuk ditinjau dalam konteks partisipasi dan dukungan politik menuju Pemilihan serentak 2024.

Baca Juga :   Lima Bendera Partai Pemilik Kursi di DPRD Banggai Laut Berkibar di Sekretariat Pemenangan Basoka Solit

Pada praktiknya, terdapat sejumlah dinamika yang perlu diperhatikan dan dianalisis lebih lanjut. Pertama, penggunaan fasilitas dan sumber daya negara termasuk anggaran oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk kepentingan politik tertentu.

Hal ini bisa mencakup penggunaan kantor, kendaraan dinas, atau pemanfaatan  APBD untuk  kepentingan  politik  dalam  berbagai  bentuk, termasuk  melalui  bantuan  sosial  (bansos), fasilitasi organisasi perangkat daerah (OPD) dalam sosialisasi calon, hingga penggunaan fasilitas lainnya.

Kedua, intimidasi dan pengaruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menggunakan posisi strategisnya untuk mempengaruhi  pemilih atau bahkan mengintimidasi mereka agar mendukung calon tertentu. Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagai bagian dari birokrasi pemerintahan, seringkali menjadi alat untuk mendistribusikan program sosial dan kesejahteraan dalam rangka memperoleh dukungan politik.

Baca Juga :   Penyertaan Modal Negara; antara Harapan dan Realita

Kepala daerah atau kandidat petahana bisa memanfaatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menggunakan sumber daya dan wewenang yang dimilikinya untuk mendistribusikan dana publik kepada masyarakat sebagai upaya untuk memperoleh dukungan politik.

Kandidat petahana memberikan hadiah atau pemberian kepada kelompok masyarakat tertentu sebagai bentuk penghargaan atau imbalan atas dukungan politik. Tentu  ini menciptakan ikatan patron-klien antara penguasa dengan masyarakat, karena pemberian imbalan materi diharapkan dapat menarik dukungan politik.

Pemanfaatan dana publik dalam politik bertentangan dengan prinsip netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Fenomena ini menjadi problematika yang sangat relevan dalam Pemilihan serentak 27 November 2024 mendatang, peran Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam distribusi dana publik menjadi  krusial,  dan jika tidak dijalankan dengan netral dan adil, dapat memengaruhi integritas dan keadilan dalam proses politik serta melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan.

Oleh karena itu, penegakan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana publik menjadi kunci untuk menjaga integritas dalam proses Pemilihan dan memastikan demokrasi yang sehat, selain itu Penulis juga berkesimpulan bahwa ketenetralatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam kontestasi Pemilihan serentak 2024 harus di implementasikan dengan nilai-nilai kode etik dan kode perilaku sebagai Aparatur Sipil Negara.***